Gangguan seksual adalah penyimpangan atau hal yang tidak lazim yang di lakukan
manusia saat berhubungan seks, dalam penjelasan kali ini ada beberapa macam
gangguan seksual.
Parafilia di ambil dari kata “para” yang artinya
penyimpangan dan “filia” artinya obyek atau situasi yang disukai. Parafilia
menunjuk pada obyek yang menyimpang misalnya dengan benda atau anak kecil
maupun aktivitas seksual yang menyimpang misalnya memamerkan alat genital.
Penyimpangan ini bisa mengganggu hubungan seksual yang sehat mengingat banyak
penderita parafilia yang sudah menikah, disamping itu penderita parafilia ini
bisa terjerat dalam pengadilan karena aktivitas seks mereka yang sering
merenggut korban, misalnya mengintip orang lain, memamerkan di depan orang lain
serta memilih anak kecil sebagai obyek seks.
Ada beberapa jenis gangguan parafilia yaitu : pedofilia,
eksibionisme, voyeurisme, sadism seksual, masokhisme seksual, fetitisme,
transvetisme, zofilia, froteurisme dan homoseksual, ada juga gangguan seksual
yang mencangkup nectrofilia (hubungan seks dengan mayat) dan telephone
scatologia (gairah seks dengan bertelphon cabul).
Adapun terapi yang di gunakan dalam mengatasi parafilia
yaitu dengan terapi prilaku “Aversion Therapi” yang menggunakan prinsip
kondisioning klasik, prosedurnya adalah memberikan stimulus aversif
(menyakitkan) di hubungkan dengan prilaku seksual yang menyimpang, misalnya
penderita sadisme yang mendapat kejutan listrik saat membayangkan prilaku seks
yang kejam.
A. PEDOFILIA
(Pedophilia)
Jenis parafilia yang banyak mendapatkan sanksi dari
masyarakat umum adalah para penderita pedofilia, ciri utamanya yaitu dorongan
seksual yang kuat terhadap anak kecil (biasanya di bawah umur 13 tahun).
Melalui kontak dengan anak - anak penderita berusaha untuk mendapatkan kepuasan
seksual.
Hampir semua penderita gangguan ini adalah pria,
penyimpangan seksualnya mencangkup aktivitas melihat, anak sambil melakukan
masturbasi, menjabah bagian tubuh anak termasuk di bagian alat kemaluan,
menyuruh anak memanipulasi alat kelamin penderita dan bahkan melakukan hubungan
seks dengan anak.
Umumnya penderita pedofilia adalah orang yang takut gagal
dalam hubungan seks secara normal terutama menyangkut hubungan seks dengan
wanita berpengalaman, akibatnya dia mengalihkannya pada anak – anak karena
kepolosan anak tidak akan mengancam harga dirinya dan di samping itu saat masa
kanak – kanak, penderita meniru perilaku seks dari model atau contoh yang buruk.
B. EKSIBIONISME
Eksibionisme adalah dorongan untuk mendapatkan kepuasan
seksual dengan memperlihatkan alat genital terhadap orang yang tidak di kenal.
Setelah memperlihatkan alat genitalnya penderita tidak bermaksud melakukan
aktivitas seksual lebih lanjut kepada korban misalnya memperkosa, oleh sebab
itu gangguan ini tidak berbahaya secara fisik terhadap korban.
Hampir semua penderitaa eksibionisme adalah pria dan
korbanya adalah wanita (dewasa dan anak – anak). Para ahli mengatakan penderita
eksibionisme biasanya mengalami hubungan yang buruk dengan pasangan seksnya,
mereka tidak percaya diri dalam hal seksual dan biasanya tidak matang dalam
perannya sebagai pria meski demikian mereka mempunyai dorongan seks dan ingin
di anggap oleh wanita. Ketidakpastian dan dorongan seks yang tidak terpuaskan
tersebut membuat penderita ingin mengejutkan wanita guna menunjukan power
seksnya yang tidak bisa di ekspresikan secara normal. Dampak dari pemer penis
inilah yang merupakan inti perbuatannya, reaksi terkejut, takut, malu dan jijik
dari korban dianggap merupakan pujian bagi kejantanannya.
C. VOYEURISME
(Voyeurism)
Voyeurisme berasal dari kata “voir” artinya melihat, ciri
utama gangguan ini adalah dorongan untuk memperoleh kepuasan seks dengan cara
melihat organ seks orang lain atau orang orang yang sedang melakukan seks,
kepuasan yang didapat saat mengintip atau membayangkan adegannya, setelah
mengintip penderita tidak bermaksud untuk melakukan tindakan seksualnya dengan
orang yang telah di intipnya.
Menurut psikodinamika modern, voyeurisme di dorong oleh
ketakutan terhadap kemampuan dalam hubungan dengan wanita, perilaku mengintip
di anggap lebih aman di bandingkan melakukan hubungan seks, mengintip dapat
memuaskan rasa ingin tahu tanpa resiko penolakan atau turunnya harga diri, ia
juga membantu mengkompensasi yang rendah diri dari pengalaman masa kanak
– kanak dan remaja terhadap wanita.
Umumnya penderita berasal dari keluarga yang puritan
terhadap masalah seks, ini membuat penderita sangat malu sehingga menghambat
melakukan seks secara normal. Rasa malu memperkuat prilakunya untuk mengintip,
Jadi hanya dengan mengintip atau melihat penderita bisa mencapai orgasme atau
kepuasan seks karena penderita merasa tidak terancam.
D. SADISME
SEKSUAL (Sexual Sadism)
Istilah sadisme ini berasal dari seorang penulis yang
bernama Marquis De Sade, dalam karya tulisannya di gambarkan seorang tokoh yang
memperoleh kepuasan seks dengan cara menyiksa pasangannya secara kejam dan ini
adalah cirri utama dari sadisme seksual, siksaan bisa secara fisik (memukul dan
menendang) dan psikis (menghina dan mencaci maki) penderitaan dari korban
inilah yang membuatnya bergairah dan puas.
Gangguan ini biasanya di derita pria, psikoanalisa
memandang gangguan ini sebagai cara untuk menurunkan kecemasan dalam mencari
kepuasan seksual pada masa kanak-kanak. Mekanisme pertahanan yang bekerja
secara tidak di sadari ini yang mengarah pad aide yang lebih sadis.
E. Masokhisme
Seksual (sexual Masochism)
Istilah masokhisme di ambil dari nama novelis Leopold von
Sacher Masoch. Ia menulis tentang seorang tokoh novelnya yang mencapai kepuasan
seksual bila di perlakukan secara menyakitkan. Ciri utama dari masokhisme
seksual adalah memperoleh kegairahan dan kepuasan seksual dengan cara di
perlakukan dengan cara kejam, baik di sakiti secara fisik (dipukul, di ikat
dsb) atau psikis ( di hina atau di remehkan). Perlakuan kejam bisa di lakukan
dengan sendiri atau di lakukan oleh pasangan.
F. FETISISME
(Fetishim)
Ciri utama dari gangguan ini adalah penderita akan
menggunakan benda sebagai cara untuk mendapatkan gairah atau kepuasan seksual,
benda yang di gunakan bisa beragam misalnya pakaian dalam, kaus kaki sepatu dan
lain sebagainya, gangguan ini biasanya di alami pria, penderita akan melakukan
masturbasi sambil memegang, meremas-remas atau mencium benda tersebut, atau
bisa juga dengan cara menyuruh pasangan seksnya untuk menggunakan benda
tersebut saat melakukan hubungan seks.
Benda-benda ini di gunakan untuk membangkitkan gairah jadi
tanpa benda tersebut penderita tidak bisa melakukan hubungan seksual.
G. TRANSVESTISME
(Transvestism)
Gambaran utama yaitu penderita akan mendapatkan gairah atau
kepuasan seksual bila dia berpakaian seperti lawan jenisnya (misalnya laki-laki
yang menggunakan pakaian wanita), umumnya penderita gangguan ini adalah
laki-laki, penderita biasanya menyimpan koleksi pakaian wanita. Ketika sedang
berpakaian wanita, penderita akan melakukan mastutbasi sambil membayangkan ada
seorang pria yang tertarik kepada dirinya sebagai seorang wanita.
Ada yang hanya menggunakan sebagian misalnya memakai
pakaian dalamnya saja dan ada yang berpakaian lengkap termasuk make-up. Umumnya
penderita jarang melakukan hubungan seks dengan wanita, penderita transvestisme
bisa juga terlibat dalam homoseksual.
H. ZOFILIA
(Zoophila)
Gangguan ini juga dapat disebut dengan bestiality, ciri
utamanya yaitu penderita akan mendapatkan gairah dan kepuasan seksual dengan
cara melakukan kontak seksual dengan hewan. Kontak seksual bisa berupa senggama
dengan hewan (lewat anus atau vagina hewan), atau menyuruh hewan untuk
memanipulasi alat genitalnya, diantara penyimpangan seksual, kasus zofilia ini
yang jarang di temukan.
I. FROTERISME
(frotteurism)
Ciri utama dari gangguan ini adalah penderita akan
menyentuh atau meremas-remas organ seks orang yang tidak di kenalinya,
penderita biasanya senang berada di tempat umum yang penuh sesak dimana dia
bisa melarikan diri dengan mudah dan biasanya yang menjadi korban adalah wanita
yang menarik perhatian dengan pakaian yang ketat. Penderita akan berfantasi
sedang melakukan hubungan seks yang hebat dengan korban saat menjalankan
aksinya tersebut, penderita sadar bahwa untuk menghindari kemarahan dari korban
dia harus cepat-cepat menghindar dan menghilang.
J. HOMOSEKSUAL
(Homosexuality)
Dalam dunia barat terjadi perdebatan yang seru apakah
homoseksualitas di masukan ke dalam gangguan mental atau tidak ? Ciri utama
dari homoseksualitas ini adalah penderita lebih memilih pasangan seksual yang
sama jenis dengan dirinya (misalnya pria dengan pria atau wanita dengan wanita).
Klasifikasi disfungsi seksual
A. Gangguan
keinginan seksual (Sexual Desire Disorder)
Merupakan Gangguan yang paling banyak di jumpai, cirri
utamanya adalah tidak adanya gairah untuk melakukan hubungan seks, hal ini bisa
di karenakan oleh faktor usia, ketidak puasan seks terhadap pasangan,
lingkungan yang menimbulkan ketidak inginan untuk berhubungan seks. Hilangnya
gairah seks bisa bersifat menyeluruh (global), maupun situasional.
Yang pertama penderita tidak mempunyai keinginan sama
sekali bahkan dalam bentuk fantasi sekalipun, dalam kasus tertentu malah di
iringi dengn rasa ketakutan sperti yang sering di alami oleh korban
pemerkosaan, sedangkan yang situasional lebih sering terjadi misalnya seorang
pria yang hanya timbul keinginannya untuk melakukan hubungan seks saat dalam
kondisi psikologisnya aman.
B. Gangguan
Gairah Seksual (Sexual Aurosal Disorder)
Ciri utamanya adalah kegagalan untuk mencapai atau
mempertahankan aurosal atau gairah dalam berhubungan seks. Pada wanita
gangguan ini di sebut frigiditas yang di tandai dengan tidak tercapainya
lubrikasi (pelumasan) dan membukanya vagina, seringkali di sertai dengan tidak
adanya perasaan erotis bahkan reaksi emosi yang negative, akibatnya penderita
sering menghindari hubungan tersebut.
GANGGUAN IDENTITAS GENDER
Identitas gender adalah perasaan menjadi bagian dari jenis
kelamin sendiri dan bukan jenis kelamin yang lain, misalnya seorang pria yang
mempresepsikan dirinya adalah pria (maskulin) dan wanita yang mempresepsikan
dirinya wanita (feminim). Atau dalam penjelasan lain dikatakan bahwa identitas
gender adalah pengalaman atau presepsi individu terhadap peran gendernya,
sedangkan peran gender merupakan ekspresi dari identitas gender seseorang
kepada masyarakat.
Individu dapat dianggap mengalami gangguan identitas gender
bila dia merasa tidak nyaman akibat konflik antara jenis kelamin dan peran
gendernya, individu yang mengalaminya akan merasa tidak nyaman dengan jenis
kelaminnya tersebut, sehingga dia mempunyai dorongan yang kuat untuk
menghindari genitalnya, berprilaku sebagai peran gender dari jenis
kelamin lain, serta hidup dalam kelompok jenis kelamin lain.